K.H. Asrori Ibrohim
Pendiri Pondok Pesantren Panggung
Tulungagung
K.H. Asrori Ibrohim
adalah salah satu tokoh ulama Tulungagung sekaligus pendiri pondok pesantren Panggung Tulungagung, K.H. Asrori Ibrahim seorang ulama’ yang faqih, ‘abid,
sederhana ‘alim ‘allamah yang sudah bergelut dengan getir dan pahitnya perjalanan
kehidupan. K.H. Asrori Ibrahim terkenal dengan
kesabarannya dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi pada kala waktu itu,
K.H. Asrori Ibrahim orangnya suka bersilaturahmi
kesantri-santrinya dan masyarakat sekitar.[1]
Keagungan seorang kiai
yang benar-benar dekat dengan Allah Swt, hingga akhir hayatnya pun akan terus
terkenang sepanjang masa dan akan terus terasa hidup bagi mereka yang mencintai
dan menyayangi kekasiah Allah Swt. Dalam kitab Baghyatul Mustarsyidin
halaman 97, diterangkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : Barangsiapa mencatat
biografi seorang mukmin maka sama halnya ia menghidupi kembali orang mukmin
tadi, barangsiapa membaca biografi seorang mukmin sama hal ia berziarah kepadanya
dan barangsiapa yang berziarah kepada seorang mukmin maka dia berhak mendapat
ridho dari Allah Swt.
NASAB DAN KELUARGA
Riwayat hidup K.H. Asrori Ibrohim
K.H. Asrori Ibrahim ulama yang terlahir pada tanggal 14 Januari 1929.[2] Bertempat di Kelurahan Kauman, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung di wilayah Provinsi Jawa Timur. K.H. Asrori Ibrahim adalah salah satu tonggak berdirinya Pondok Pesantren Panggung Tulungagung. Pondok Pesantren tersebut berada di pusat Kota Tulungagung, tempatnya di sebelah selatan alun-alun Tulungagung. K.H. Asrori Ibrohim sendiri keturunan dari orang-orang yang mampu dalam bidang agama Islam. Dari pihak ayah, yaitu Kiai H. Ibrohim bin H. Ali dan dari pihak Ibu, yaitu Masriah Binti Ja’far Shodiq yang apabila diruntut ke atas maka akan sambung sampai Brawijaya V atau bisa disebut dengan Prabu Kertabumi yang mana merupakan Raja Majapahit ke V. Berikut silsilah keturunan K.H. Asrori Ibrahim.[3]
Brawijaya V/ Prabu Kertabumi/ Raden Alit |
Raja Majapahit (1474-1519) |
|
Raden Joko Puring |
Adipati Bulupitu |
(Saudara Raden Patah dan Bentoro Katong dari
Brawijaya V) |
|
Ki Ageng Posong/ Raden Joko Puring Mas/ Ki
Ampok Boyo |
(Mubaligh & Pimpinan Perang Kerajaan Islam
Demak Bintoro) |
(Sahabat Syekh Maulana Maghribi Babad Pacitan) |
|
Ky. Ampok Setroyudo |
|
Raden Ngabehi Dipomenggolo |
(Demang di Semanten Pacitan (Keturunan Sultan
Mataram) |
(Pendiri Pondok Pertama di Semanten) |
|
KH. Abdul Manan/ Raden Bagus Darso |
(Murid Kyai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo) |
(Pendiri Pondok Tremas, Pacitan 1830-1862) |
KH. Muhammad Idris |
|
KH. Ja’far |
(Saudara Kyai Kholil dan Kyai Thohir
Sumoroto Ponorogo) |
|
Nyai Masriah |
(Istri KH. Ibrohim, Kauman Tulungagung) |
|
KH. Asrori Ibrohim |
(Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung
Tahun 1953) |
(Pendiri Jama’ah Sholawat Nariyah Kabupaten
Tulungagung) |
Hasil dari pernikahan
Kiai H. Ibrohim bin H. Ali dengan Bu Nyai Masriah Binti Ja’far Shodiq
dikaruniai 3 keturunan meliputi; K.H. Asrori Ibrohim anak pertama sedangkan
anak kedua di persunting oleh K.H.
Yasid Basroni yang ada di Desa Mangunsari Kecamatan Kedungwaru Kabupaten
Tulungagung, dan anak ketiga bernama Hj. Siti Rahayu yang di persunting oleh K.H. Syafi’i Abdurrohman.
Pada umur 14 tahun (1942 M) K.H. Asrori Ibrohim menuntut ilmu agama Islam di
Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk dibawah asuhan KH. Zainudin. Pada umur 20 tahun
(1948 M) K.H. Asrori Ibrohim telah lulus dari Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk.
K.H. Asrori Ibrohim mondok di Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk kurang lebih
selama 7 tahun.[4]
K.H. Asrori Ibrohim
menikah pada tahun 1959 M dengan seorang gadis berumur 17 tahun yang bernama
Nurun Nasikah. Awal pertemuanya bermula ketika K. H. Asrori Ibrohim diberi amanah
oleh K.H. Arif Mustakim pendiri Pondok Pesantren Pesulukan Thoriqoh Agung (Pon.
Pes. PETA) untuk membantu mengajar di Pondok PETA satu minggu sekali. Ketika
itu ayah Nurun Nasikah juga menjadi santri K.H. Asrori Ibrohim, karena jalinan
hubungan mereka yang begitu erat, selain menjadi guru ngajinya ayah Nurun
Nasikah, K.H. Asrori Ibrohim juga menjadi guru ngajinya Nurun Nasikah. Karena pada
saat itu K.H. Asrori Ibrohim juga mengajar qiro’ah di sekitar Kelurahan Kauman
Kacamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung satu minggu sekali. Dimana daerah
tersebut merupakan tempat Nurun Nasikah menimba Ilmu. Dari perkenalan itulah terjadilah
hubungan yang begitu erat hingga akhirnya terjadi akad nikah diantara K.H.
Asrori Ibrohim dengan Nurun Nasikah. Hj. Nurun Nasikah berasal dari Desa
Tanjungsari, Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Hj. Nurun Nasikah
mengenyam pendidikan akhir di pondok pesantren selama tiga tahun di rumah H.
Muhammad yang ketika ia menjadi pimpinan Muslimat Nahdlatul ‘Ulama. Hasil dari
pernikahan K.H. Asrori Ibrohim dengan Hj. Nurun Nasikah di karuniyai delapan anak
(Neng Siti Aisah, Neng Mahmudah, Neng Siti Mas’udah, Neng Rofi’, Gus Kholiq,
Gus Ipul, Gus Mafthoechoel Chalim dan Gus M. Nurul Huda).[5]
PENDIDIKAN SEMASA
NYANTRI
Perjalanan K.H. Asrori
Ibrohim dalam menuntut ilmu agama Islam berawal dari Pondok Pesantren Mojosari
Nganjuk dibawah asuhan K.H. Zainudin, ketika itu K.H. Asrori Ibrohim berumur 14
tahun. Semasa menjadi santrinya K.H. Zainudin, K.H. Asrori Ibrohim memiliki
beberapa teman seperjuangan ketika berada di Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk,
diantaranya; H. Toha, H. Amar Mujib, H. Mujab Mujib dan sebagainya. K.H. Asrori
Ibrohim telah lulus dari Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk selama 7 tahun. Setelah
lulus dari Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, K. H. Asrori Ibrohim nyantri
kepada K.H. Arif Mustakim pendiri Pondok Pesantren Pesulukan Thoriqoh Agung
(Pon. Pes. PETA) dan selain nyantri kepada K.H. Arif Mustakim, K.H. Asrori
Isbrohim juga yantri keberbagai ulama’ yang ada di Kabupaten Tulungagung.
Semasa nyantri kepada K.H. Arif Mustakim, K.H. Asrori Ibrohim diberi tanggung
jawab untuk membantu mengajar di Pondok PETA. Adapun jadwal mengajar K.H.
Asrori Ibrohim satu minggu sekali, untuk kitab yang di kaji adalah kitab Hikam.
Sedangkan pengajian kitab setiap pagi (khuliah subuh) bersama masyarakat, K.H.
Asrori Ibrohim mengkaji kitab Ikhya’ Ulumuddin, Tafsir Jalalen dan lain
sebagainya. Selain itu K.H. Asrori Ibrohim juga mengajar Qiro’ah di sekitar Kelurahan
Kauman Kacamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung.[6]
Selain kegiatan membantu di Pondok Pesantren Pesulukan Thoriqoh Agung (Pon. Pes. PETA) K.H. Asrori Ibrohim juga membantu ayahnya yaitu K.H. Ibrohim untuk mengajar dilangar Panggung yang didirikan pada tahun 1947 M. Pada waktu mengajar dilangar panggung K.H. Asrori Ibrohim dibantu sepuluh temanya dari Magelang yang dahulunya pernah nyantri di Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk yang diantaranya; Mahfudz, Bun Hari dan M. Djamil. Pada tahun 1953 M, K.H. Asrori Ibrohim mempunyai sebuah gagasan pemikiran yang cemerlang untuk mengembangkan Agama Islam di Kabupaten Tulungagung dan sekitarnya. Adapun gagasan K.H. Asrori Ibrohim, merubah Langar kecil Panggung menjadi sebuah pondok pesantren dengan nama Pondok Pesantren Panggung Tulungagung yang dikenal sampai sekarang. Dalam perintisan pembangunanya pondok pesantren K.H. Asrori Ibrohim dibantu oleh H. Abdullah Syaekhon (Kauman) H. Abdurrohman (Kampungdalem), H. Abdullah Mustamar (Kampung Dukun), H. Mashuri (Gedangsewu), H. Mackhrus Isnaini (Karangwaru).[7]
PENDIDIKAN YANG DI
TERAPKAN DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG
K.H.
Asrori Ibrohim dalam mendidik santri-santrinya melalui hal-hal yang ringan seperti
kegiatan khitobah, pengajian kitab kuning,
dan lain sebagainya. Khitobah ini adalah media pembelajaran
yang sangat simpel untuk dipraktikan oleh santri. Dimana santri hanya mempersiapkan
sebuah mental dan teks untuk persiapan maju kedepan mimbar. Media pembelajaran
seperti ini lebih aktif karena ada kesinambungan antara santri yang praktik sebagai
MC, pembaca ayat suci Al-Qur’an, Mauidoh Khasanah dan pembaca Do’a, adapun audiennya
para santri yang tidak mendapatkan tugas. Tujuan dari khitobah itu sendiri untuk
melatih mentalitas santri didepan umum dengan cara latihan MC, pembaca ayat suci
Al-Qur’an, Mauidoh Khasanah dan pembaca Do’a. Hal ini agar keluaran Pondok Pesantren Panggung
Tulungagung tidak canggung ketika pada
saatnya terjun dan berdakwah di tengah masyarakat. Agenda khitobah ini terlihat sepel
dan biasa-biasa saja. Namun jika dilakukan secara rutin, sekecil apapun
agendanya akan terasa membekas pada mental seorang santri yang tidak hanya
paham tentang kitab kuning, tapi seorang santri juga dituntut agar bisa
menyampaikan keilmuannya dengan benar di masyarakat.
Selain
khitobah K.H. Asrori Ibrohim juga mengajar kitab kuning kepada santri-santrinya
setiap malam hari. K.H. Asrori Ibrohim dikenal santri-santrinya sangat di siplin,
ketika kegiatan belajar mengajar di Madrasah Tarbiyatul Ulum berlangsung ada
salah satu ustad Madrasah yang telat masuk maka K.H. Asrori Ibrohim langsung
memasuki kelas tersebut untuk mengantiak mengajar. Selain itu K.H. Asrori Ibrohim pada waktu kegiatan
belajar mengajar akan berlangsung K.H. Asrori Ibrohim terlebih dahulu keliling kelas-kelas untuk
mengontrol kegiatan belajar mengajar tersebut.
Pondok
Pesantren Panggung Tulungagung ini telah memberikan warna Islam di Kabupaten
Tulungagung. Berbagai santriwan s/d santriwatinya berasal dari daerah luar
Kabupaten Tulungagung, seperti Blitar, Kediri, Nganjuk, Trenggalek dan Madura
bahkan ada dari luar jawa. Selain selain kegiatan belajar mengajar yang ada di
pondok pesantren, santri-santri juga memiliki kegiatan belajar dilembaga
pendidikan formal yang ada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Namun ada pula santri
yang tidak belajar dilembaga pendidikan formal ia hanya mondok saja.[8]
KARYA
Karya K.H. Asrori Ibrohim
K.H. Asrori Ibrohim memiliki
sebuah karya yang orang lain tak begitu tau. Salah satu karya yang begitu fenomenal
khususnya santri Pondok Pesantren Panggung dan umumnya masyarakat Kabupaten Tulungagung
adalah kiab amalan Sholawat Nariyah.
Sholawat Nariah sendiri sudah dikenal masyarakat tulungagung karena setiap selapan hari
(jum’at legi) jama’ah sholawat nariah kubro digilir di masjid/mushola desa yang
ada diwilayah Kabupaten Tulun gagung. Selain itu K.H. Asrori Ibrohim juga mengarang kitab yasin tahlil singkat,
kitab fikih kejawen jilid 1 s/d 4, kitab nahwu jawen dasar, kitab an-nahdliyah,
dan kitab tartila.
Dalam ajaran Shalawat
Nariyah K.H. Asrori
Ibrohim menanamkan kepada santri-santrinya
agar suka membaca shalawat nariyah serta mengamalkannya. Karena Shalawat
Nariyah merupakan bagian dari shalawat yang mujarrobat (shalawat yang
sudah biasa diamalkan dan terbukti berkhasiat). K.H. Asrori Ibrohim mendapatkan
ijazah shalawat nariyah ini dari gurunya. Disebut Shalawat Nariyah, karena sholawat
nariyah tersebut diamalkan sebanyak 4.444 (empat ribu empat ratus empat
puluh empat) kali dan bagi seorang yang mengamalkan sholawat nariyah
tersebut rasanya seperti kayu bakar yang cepat habis dilahap si jago merah. Sholawat
Nariyah adalah salah satu sholawat yang sangat mustajab bila diamalkan secara
istiqomah dan harus ada ijazah dari guru diatasnya supaya sampai pada ulama’-ulama’,
imam magrobi hingga samapai pada Rasulullah Saw. Amalan sholawat nariyah ini diamalkan
dalam jangka
waktu 3 hari, adapun cara pengamalannya harus puasa 3 hari, hadiyah fatihah kepada guru yang telah mengijazahi dan
dilanjutkan dengan dzikir sebanyak 4.444 kali khatam (khusus perorangan). Adapun
aurodan sholawat nariyah secara istighosah yang melibatkan seluruh masyarakat Kabupaten
Tulungagung dilaksanakan tiap selapan hari (jum’at legi).
K.H. Asrori Ibrohim
mengarang kitab fikih kejawen jilid 1 s/d 4 dengan tujuan untuk mengembangkan
hukum amaliyah yang mudah dipahami dan diamalkan oleh setiap orang awam. Karena
ilmu fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang membahas
persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan seorang muslim, baik
kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah Swt.
K.H. Asrori Ibrohim
mengarang kitab yasin dan tahlilan singkat sebagai pedoman santri dan jama’ah. Tradisi
yasin dan tahlil sudah dilakukan
oleh sebagian santri dan jama’ah secara turun-temurun semenjak masuknya Islam
di Jawa hingga sekarang ini untuk memperingati waktu kematian, selamatan pindahan rumah,
syukuran, walimahan, dan sebagainya. Sebagai sebuah tradisi, tahlilan sudah ada
sejak penyebaran Islam di nusantara. Tujuan dari penyusunan kitab yasin dan
tahlil singkat adalah sebagai ciri khas dari Pondok Pesantren Panggung dan adapun isi materi dari
kitab yasi dan tahlil meliputi ; surat yasin, tahlil, do’a tahlil, talkin
mayit, khutbah nikah,
K.H. Asrori Ibrohim
mengarang kitab Nahwu Jawen Dasar dengan tujuan untuk membantu santri atau
masyarakat yang baru dan mau belajar ilmu nahwu. Karena dalam ilmu nahwu itu mempelajari
kaidah-kaidah Bahasa Arab, untuk mengetahui bentuk kata dan
keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah
tersusun (Murokkab). Adapun pembahasan nahwu jawen dasar sendiri mencakup
pembahasan tentang bentuk kata dan keadannya ketika belum tersusun (mufrod)
, semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti wazan فاعل, Isim Tafdhil mengikuti wazan أفعل, berikut keadaan-keadaannya semisal cara mentatsniyahkan,
menjamakkan, mentashghirkan dan lain-lain.
K.H. Asrori Ibrohim dalam
merumuskan metode pembelajaran dalam memahami Al-Qur’an mengunakan metode An-Nahdliyah.
Karangan kitab metode An-Nahdliyah ini muncul, karena pada waktu itu K.H.
Asrori Ibrohim prihatin ketika melihat anak-anak kecil yang mengaji di
surau-surau tersebut belajar menggunakan metode yang bukan berasal dari kultur
pesantren. Hal ini bila diteruskan, akan menggeser sistem berpikir mereka. Metode
an-Nahdliyah ini dipakai untuk media pembelajaran dalam Taman Pendidikan
Al Qur’an. Dalam pentaskhian metode pembelajaran memahami Al-Qur’an yang
dinamakan metode An-Nahdliyah ini K.H. Asrori Ibrohim juga ikut andil bersama
para kiai dan para ahli bidang pengajaran al-Qur’an dalam mentaskih metode An-Nahdliyah.
Selain karya kitab yang telah dijelaskan diatas, K.H. Asrori Ibrohim juga mengarang kitab lain yaitu ; kitab Metode Tartila. Metode tartila adalah metode membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara perlahan serta irama yang diperlukan, mengucapkan huruf-hurufnya dengan benar, mejelaskan kalimat-kalimatnya, mencermati dan memikirkan makna-makna ayat-ayat dan berkontemplasi pada hasil-hasilnya. Metode ini untuk mempermudah belajar membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara kelompok dengan system klasikal baca simak (satu membaca yang lain menirukan). Menukil pendapat Sayyidina Ali bin Abi Thalib, tafsir dari tartil adalah tajwidul huruf wa ma’rifatul wuquf, yakni membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dan mengetahui ihwal waqaf. Maka dapat digarisbawahi bahwa perintah membaca Al-Qur’an itu bukan sekadar tartil, akan tetapi tartil yang se-tartil-tartil-nya, atau tartil secara maksimal dan optimal.[9]
KONTRIBUSI PADA MASYARAKAT
Kontribusi K.H. Asrori Ibrohim Pada
Masyarakat
K.H. Asrori Ibrohim telah
mampu mencetak kader-kader
handal yang tidak hanya dikenal potensial, akan tetapi mereka telah mampu
mereproduksi potensi yang dimiliki menjadi sebuah keahlian yang layak jual.
Kharisma yang dimiliki oleh K.H. Asrori Ibrohim menduduki posisi kepemimpinan
dalam lingkungannya. Selain sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat.
Hubungan K.H. Asrori Ibrohim dengan masyarakat diikat dengan emosi keagamaan
yang membuat kekuasaan sahnya menjadi semakin berpengaruh kuat dalam masyarakat
dan memainkan peran krusial dalam menggerakkan aksi sosial.
K.H. Asrori Ibrohim juga
seorang da’i atau mubaligh lazimnya melakukan penyebaran agama Islam baik
melalui lembaga formal ataupun non formal, seperti menjadi mubaligh dimasjid dalam rangka peringatan hari besar
Islam, menjadi mubaligh jamaah sholawat
nariyah, dan lain sebagainya. Sebagai pemimpin informal K.H. Asrori Ibrohim
adalah orang yang diyakini masyarakat yang mempunyai otoritas yang sangat besar
dan kharismatik. Karena tipe otoritas ini dipandang dan mempunyai kelebihan
luar biasa yang membuat kepemimpinannya diakui secara umum. Disamping kelebihan
personalnya (santun, bijaksana, dan kedalaman tentang pengetahuan), otoritas K.H.
Asrori Ibrohim dan hubungan akrab dengan anggota masyarakat telah dibentuk oleh
kepedulian dan orientasinya pada kepentingan umat Islam. Di mata masyarakat,
keberadaan beliau dianggap membawa barokah (berkah) dan maslakhah.
K.H. Asrori Ibrohim
bukan hanya merupakan tokoh panutan sosial bagi lingkungan dalam kehidupan
sehari-hari, melainkan juga tokoh panutan ilmu yang bersedia mengajar dan
mewariskan pengetahuannya setiap waktu, dan menjadi panutan tokoh agama Islam yang
menjadi tempat bertanya. K.H. Asrori Ibrohim setiap selesai sholat subuh selalu
melakukan pengajian Kitab Hikam kepada masyarakat. Sepulang dari tanah suci Makah Al-Mukaromah K.H. Asrori Ibrohim mempunyai gagasan
untuk membantu masyarakat yang sudah mampu untuk pergi ketanah suci Makah Al-Mukaromah.
Selain itu beliau juga mendirikan Kelompok Bimbingan Ibadah Hadi (KBIH) Ta’awun pada 1965 M, pada waktu
pendirian KBIH tidak semulus dalam perjalananannya karena dari pihak Kementerian
Agama Kabupaten Tulungagung tidak menyetujui dengan berdirinya KBIH Ta’awun, semua ini dikarenakan
faktor politik.
Pengajian tentang
manasik haji dilakukan K.H. Asrori Ibrohim setiap satu minggu sekali. Tujuan
dari itu semuanya untuk mentransformasikan nilai-nilai ilmiah (terutama ilmu
keagamaan) terhadap umat Islam yang akan pergi ketanah suci Makah Al-Mukaromah.
Barulah pada tahun 2002 KBIH Se-Indonesia telah diresmikan. Hingga akhirnya,
pada 2004 M, KBIH Ta’awun secara resmi telah berdiri berdasarkan surat
keputusan (SK) dari Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Timur sebagai Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji. Sementara, Yayasan Raden Ja’far Shodiq sebagai tempat
bernaung KBIH Ta’awun.
Di samping itu K.H. Asrori Ibrohim juga merupakan piawai yang sangat
sederhana. Terkadang kesederhanaan beliau sampai menutup identitas beliau
sebagai kiai besar di Kabupaten Tulungagung. Seperti contoh saat beliau ziarah
keluar dari Kabupaten Tulungagung sering tidak dikenali oleh banyak orang. Karena
kedekatan K.H. Asrori Ibrohim dengan masyarakat sangatlah erat, sehingga tidak
hanya memunculkan relasi keilmuan belaka tetapi juga memunculkan dakwah bilhal.
Yakni dakwah dengan tindakan yang mana membaur dengan masyarakat.[10]
Rutinitas setiap pagi K.H. Asrori Ibrohim
mengadakan pengajian rutin setelah Jama’ah shalat subuh yang di ikuti santri
mukim dan juga ada beberapa santri dari Pondok Pesantren Menara Al-Fattah
Mangunsari yang ikut mengaji ke Pondok Pesantren Panggung Tulungagung sampai pengajian
subuh usai. K.H. Asrori Ibrohim juga melakukan rutinitas jalan-jalan berkeliling kampung dengan
menaiki sepeda jengki sebelum menikah. Setelah menikah beliau berganti
kendaraan berkeliling dengan menaiki Supercup 77 yang bisa digunakan
untuk berkeliling mengisi pengajian.[11]
TESTIMONI DAN LAIN-LAIN
Dengan pengetahuan agama Islam yang luas dan mempunyai kepribadian yang luhur, K.H. Asrori
Ibrohim selain Pengasuh Pondok Pesantren
Pangung Tulungagung juga sebagai salah satu pendiri jama’ah sholawat nariyah yang fenomenal di Kabupaten Tulungagung yang kita kenal sampai sekarang.
K.H. Asrori Ibrohim juga pernah menjadi
guru di Sekolah Rakyat atau MINO (setingkat sekolah dasar), K.H. Asrori Ibrohim juga pernah dipercaya menjadi dosen luar
biasa di Sekolah Persiapan (SP)
dengan nama Yayasan Islam Sunan Rahmat. Pada tahun 1966 M berdirilah SP IAI Singoleksono, yang bertempat di Pondok Haji
Yamani Kampungdalem Tulungagung bersama dengan Madrasah Mu’alimat dan
berjalan sampai dengan 1968 M (2 tahun).[12]
Kepala SP IAI Singoleksono pada waktu itu adalah KH. Arief Mustaqiem. Setelah SP
Singoleksono berdiri, maka Yayasan Islam Sunan Rahmat yang diketuai Bapak K.H.
Arief Mustaqiem dengan didukung tenaga pengajar SP Singoleksono dan para tokoh
masyarakat dan ulama’ Tulungagung berinisiatif mendirikan Perguruan Tinggi
Islam (SP IAIN dan Fakultas Tarbiyah IAIN) sebagai kelanjutan dari SP
Singoleksono yang Induknya di
IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 1970 M-1990 M (sekarang menjadi IAIN
Tulungagung). Pada tahun 1990 M menjadi ketua Toriqoh Jawa Timur, Ketua
Majelis ‘Ulama Indonesia dan Imam Masjid Agung Al-Munawwar, Selain itu juga
menjadi pimpinan Rois Syuriah Nahdlatul ‘Ulama pada priode tahun 1970 M-1992 M.
Ketika menjadi pimpinan Rois Syuriah Nahdlatul ‘Ulama K.H. Asrori Ibrohim juga
aktif komunikasi dengan tokoh ulama’ baik dari Jawa Timur, Nasional dan Arab Saudi.[13]
K.H. Asrori Ibrohim selama hidupnya tidak pernah mengikuti salah satu partai
politik. K.H. Asrori Ibrohim tetap konsisten pada pendiriannya untuk tindak
mencampuradukkan Pondok Pesantren Panggung Tulungagung dengan politik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, apa bila
pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung sekaligus pendiri jama’ah shalawat
nariyah mengikuti salah satu partai politik, maka yang terjadi kurangnya kemaslakhatan
umat selain itu umat akan terkesampingkan. “Bila K.H. Asrori Ibrohim mengikuti salah satu politik seperti golkar
dan sejenisnya maka akan merusak citra Pondok Pesantren Panggung Tulungagung
dan jama’ah amaliyah shalawat nariyah”.[14]
Dilihat dari keberhasilan meramu santri. Banyak santri pondok panggung yang
sukses seperti H.K. Abdul Aziz pendiri
pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Wal Amal (MIA) Desa Moyoketen Kecamatan
Boyolangu Kabupaten Tulunggagung, K.H. Ikhsan pendiri pondok pesantren Istighosah
Desa Panggungrejo Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung, K.H. Muhammad Syafi’i,
(Gus Sapek) pengasuh pondok pesantren Salafiah
di Desa Nglebeng Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek, K.H. Nursalim pendiri
pondok pesantren Daruttaqwa Desa Beji Kecamatan Boyolangu Kabupaten
Tulungagung, K.H. Damanhuri pengasuh pondok pesantren Darutta’ibin Desa
Campurdarat Kecamatan Campurdatar Kabupaten Tulungagung, K.H. Ali Maskan yang pernah
menduduki kursi pemerintahan DPR RI, Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag. yang sekarang
menjadi Direktut Pascasarjana IAIN Tulungagung, K.H. Fadhol, K.H. Masruhan, K.H
Mualim, K.H. Maskur, Profesor Malik selain itu masih banyak lagi alumni yang
sukses. Dengan keberhasilan tersebut tidak mengurangi keta’dhiman para alumni
sebagai santri K.H. Asrori Ibrahim. Para alumni terkadang datang ke Pondok
Pesantren Panggung Tulungagung untuk berziarah ke makam K.H. Asrori Ibrahim pada
waktu tengah malam tanpa sepengetahuan santri atau dzurriyyah.[15]
K.H. Asrori Ibrahim mempunyai cirihas yang tidak dimiliki oleh para kiai
pada umumnya. Cirikas K.H. Asrori Ibrahim adalah kesabarannya dalam memecahkan
sebuah masalah, suka bersilaturahmi kesantri-santrinya, masyarakat sekitar,
dalam berbusana beliau selalu sederhana dan ketika mamakai kopyah selalu
menceng (pemakain kopyah dengan posisi miring). Dalam
kesehariannya beliau selau memakai kaos singklet berwarna putih. K.H. Asrori Ibrahim juga gemar membeli barang-barang bekas
kemudian diperbaiki dan di jual. K.H. Asrori Ibrahim selain pengasuh Pondok
Pesantren juga seorang saudagar.[16]
HARI WAFATNYA
Dalam perjuangan K.H. Asrori Ibrahim tidak pernah terjadi kekacauan dan
pemberontakan terhadap pondok pesantren baik dari warga sekitar padahal lingkungan
K.H. Asrori Ibrahim kebanyakan menganut paham Partai
Komunis Indonesia (PKI) maupun ketika jaman GS 30/PKI bahkan pada saat terjadi
Agresi Militer Belanda ke II. Setiap perjuangan tokoh Islam, tidak terlepas
dari kuasa Allah Swt., dalam berbagai bentuk kehidupan. Diakhir hayat sosok
tokoh agama Islam yang ada di Kabupaten Tulungagung, tidak lepas dari kematian.
Begitu pula dengan K.H. Asrori Ibrahim, beliau dipanggil
Allah Swt., untuk kembali ke Rahmatullah pada Ahad Pahing 19 Dzulhijjah
1417 Hijriyah bertepatan dengan hari Minggu tanggal 27 bulan April tahun 1997
Masehi. Makam K.H. Asrori Ibrahim terletak di sebelah
selatan Mushola Pondok Pesantren Panggung Tulungagung.[17]
Setelah K.H. Asrori Ibrahim meninggal dunia, tambuk kepemimpinan
penerus kepengurusan Pondok Pesantren Panggung Tulungagung dilanjutkan oleh
K.H. Muhammad Syafi’i Abdurrohman. Beliau yang melanjutkan kepengurusan, serta
perjuangan dari K.H. Asrori Ibrohim. Pengembangan dan pemberdayaan Pondok
Pesantren Panggung Tulungagung menjadi tanggungjawab K.H. Muhammad Syafi’i
Abdurrohman setelah meninggalnya K.H. Asrori Ibrahim. Hal diatas adalah
sekilas perjalanan K.H. Asrori Ibrahim Bin H. Ibrohim Bin H.
Ali. Dari situlah kita dapat mentauladani perjalanan para sesepuh Pondok
Pesantren Panggung Tulungagung. Setelah sekian lama memperjuangkan
harapan-harapan untuk mendirikan media pendidikan yang bernuansa Islam di
Kabupaten Tulungagung dan setidaknya harapan itu sudah terwujud serta tercapai
dengan baik. Perkembangan dan juga memberdayakan potensi kehidupan selama
memperjuangkan berdirinya Pondok Pesantren Panggung Tulungagung, K.H. Asrori Ibrahim selalu memberikan yang terbaik.[18]
[1] Wawancara
dengan alumni pondok
pesantren panggung Bapak Mas’ud pada hari Sabtu, tanggal 01 Desember 2018, Pukul
18: 30 WIB.
[2] Buku
Induk Ustad Madrasah Diniyah Tarbiyatul Ulum
[3] Bagan
Keturunan K.H. Asrori Ibrohim yang terdapat pada makamnya, terletak di samping
mushola Pondok Pesantren Panggung Tulungagung.
[4] Wawancara
dengan Bu Nyai
Asrori Ibrohim pada hari Senin, tanggal 03 Desember 2018, Pukul 16:
30
WIB.
[5] Ibid,
[6] Wawancara
dengan Gus Huda pada hari Ahad, tanggal 09 Desember 2018, Pukul 20: 30 WIB.
[7] Ibid.,
[8] Wawancara
dengan alumni pondok
pesantren panggung Bapak Abdul
Ghofar pada hari sabtu,
tanggal 25 Desember
2018, Pukul 13: 00 WIB.
[9] Ibid., Wawancara
dengan Gus Huda
[10] Wawancara
dengan H. Mas’ud pada hari Selasa, tanggal 27 Maret 2018, Pukul 20: 30 WIB.
[11] Wawancara
dengan Neng Sandra pada hari Rabu, tanggal 4 April 2018, Pukul 18: 30 WIB.
[12] www. IAIN Tulungagung. go.id
[13] Ibid.,
[14] Wawancara
dengan Bapak Gatot pada hari Ahad, tanggal 25 Maret 2018, Pukul 16: 39 WIB.
[15] Ibid., Wawancara dengan Gus Huda
[16] Ibid., Wawancara dengan Neng Sandra
[17] Ibid., Wawancara dengan Bu Nyai Asrori Ibrohim
[18] Ibid.,
Qobiltu, nderek sanad. Mugi diakoni santri beliau, al fatihah
ReplyDelete