NAHKODA SANTRI
Dahulu sebelum ajaran
Islam datang di tanah jawa semua mengenal adanya Tuhan akan tetapi Tuhan pada
zaman dahulu adalah sesuatu yang tidak abadi. Sejauh mata memandang semuanya
tidak ada yang berubah dan seiring dengan perubahan zaman semuanya telah berubah. Dimana semua itu
digantikan dengan kulturasi perpaduan antara agama Islam dan budaya, disitulah
kemungkinan pondok pesanten lahir dari mengadopsi perpaduan beberapa budaya.
Konon, istilah pesantren katanya berasal dari kata “santri” yang berarti murid
yang kemudian diberi imbuhan pe-an menjadi pe-santri-an dan kemudian orang
menyebutnya menjadi pesantren, sedangkan istilah pondok itu katanya berasal
dari Bahasa Arab yaitu funduq yang berarti asrama atau tempat
penginapan. “pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam dengan menekankan
pentingnya moral agama islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari”.
Kalangan Pondok
Pesantren identik dengan tradisi Salafi kuno karena para pendahulu pembawa
ajaran Isalam ke tanah Jawa bukan untuk Pondok Pesantrennya melaikan ajaran
keilmuan yang dibawa. Perjuangan para pendahulu itu sangat berat penuh dengan
rintangan mulai dari konflik budaya sampai gencatan senjata masa penjajahan.
Sekarang hanyalah tingal kenangan, masalalu telah berlalu sekarang berganti
masa sekarang yang begitu lebih berat karena tuntutan zaman yang begitu moderen
ini dimana perkembangan teknologi sudah demikian hebatnya. Seperti tak bisa
diredam atau ditahan, teknologi kini mempengaruhi hampir seluruh sendi-sendi
kehidupan manusia. Jika dahulu jarak ratusan kilo harus ditempuh dalam waktu
berhari-hari, kini kita hanya butuh hitungan jam saja. Dan ketika di zaman
dahulu para kakek dan nenek kita terbiasa mengambil air di sungai atau menimba
di sumur, kita hanya butuh sekali memencet tombol dan memutar keran untuk
mengisi bak penampungan air.
Tapi sekarang semua pesantren kelihatannya tidak lagi mampu memberikan banyak harapan masyarakat dan orang tua dan wali santri, karena banyak pesantren yang sudah berubah menjadi lembaga pendidikan formal/negeri dan mengesampingkan formalitas pesantren yang sesungguhnya.
Penyebabkan menurunnya mutu Pesantren dan ada beberapa wacana dan indikasi yang kelihatannya sangat mendorong banyak Kyai melakukan reformasi pendidikan Pesantren dari salaf/tradisional ke semi modern atau modern yang terkadang kebablasan sehingga mengakibatkan tidak jelasnya sistim pendidikannya, mulai dari : (a) wacana formalisasi Ijazah pesantren dengan dalih kondisi dan tuntutan zaman yang mengahruskan ijazah negeri bagi setiap sektor kemasyarakatan dan kenegaraan. Hal inilah yang kemudian mendorong para kyai rameh-rameh “gagah-gagahan” bangunan dan sistim pendidikan formal dengan segala formalitasnya untuk menarik santri baru yang terkadang menjerumuskannya kepada hal yang menghilangkan kewira’ian yang pernah dipegang teguh para pendahulunya. Hingga sampailah kepada lobi-lobi proposal dana bangunan yang sering terkesan monopoli dan dimenangkan oleh satu yayasan karena kuatnya lobi. (b) banyak pesantren yang misi utamanya hanya memberikan kesempatan kepada lulusannya untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri di dalam dan luar negeri. Ini jelas merupakan “pembodohan” masyarakat yang sistimatis. Karena itu satu bukti bahwa lembaga itu tidak mampu mendidik santrinya menjadi lulusan yang berkualitas. Pesantren model inilah yang sekarang laris manis. (c) perbedaan kekyaian yang dimiliki Kyai sekarang sangat jauh berbeda dengan kyai pesantren tempo dulu. Kalau dulu Kyai seneng puasa, riyadloh dan tirakat untuk diri dan santrinya, kini sifat-sifat tulus dan karomah seperti itu sangat jarang kita temukan. Justru yang menjadi wacana adalah kampanye partai, calon gubernur, bupati dan caleg serta perseteruan dan perebutan posisi di dalam dan luar Pesantren. Ini jelas-jelas merusak nilai lahir dan batin Pesantren yang mengakibatkan tidak “mberkahinya” kyai kepada santri. Walaupun itu adalah buah perputaran waktu tapi semuanya tetap memberikan dampak negative bagi pribadi dan Pesantren dalam penilaian masyarakat yang harus kita jaga.
Bahkan sekarang banyak kyai yang lupa dengan jadwal pengajiannya karena sibuk mengikuti kampanye, orasi caleg dan undangan pengajian. Sementara santri tetap setia di tempat belajarnya tanpa ada yang mulang (ngajar). Keterlibatan Kyai dalam gerakan politik dan sejenisnya telah mengahancurkan nilai, mutu dan citra pesantren. Itulah realitas banyak Pesantren saat ini berubah menjadi kos-kosan santri, bukan pondok ngaji.
Memang benar pesantren adalah model pendidikan tertua di Indonesia bahkan di dunia. Tapi dalam ajaran ahlak pesantren diajarkan bahwa orang yang tua pun kalau tidak bisa harus belajar dari yang bisa walaupun dari yang lebih muda usianya. Berangkat dari kenyataan fakta yang ada di lapangan memang sistim dan mutu pendidikan di Pesantren-pesantren telah mengalami kemunduran yang drastis bila dibandingkan dengan pesantren tempo dulu.
Comments
Post a Comment