Skip to main content

SETATUS GANDA SANTRI

SETATUS GANDA SANTRI

 

Pondok Pesantren Panggung Tulungagung saat ini diasuh oleh Nyai Hj. Asrori Ibrohi. Meskipun beliau sudah berusia lanjut tetapi semangat dalam membina santri-santrinya sungguh luar biasa, selain itu beliau juga dibantu putra dan puntrinya (Gus dan Ning). Dalam mengembangkan eksistensi Pondok Pesantren Panggung Tulungagung, beliau sangat antusias dalam mendampingi para santri putra maupun putri untuk mempersiapkan mental mereka sebelum mereka siap untuk terjun kemasyarakat. Sehingga Keluarga Besar Pondok Pesantren Panggung Tulungagung berharap kedepannya santri-santri tersebut siap tatkala dibutuhkan masyarakat, ilmunya berguna khusus bagi dirinya sendiri dan umumnya bagi masyarakat.

Pondok Pesantren Panggung Tulungagung memiliki asrama/pondokan untuk santri  putra sebanyak 6 asrama tiap-tiap asrama terdiri dari 4 kamar dan untuk santri putri tidak ada istilah asrama tetapi yang ada kamar yang berjumlah 8 kamar dan satu kamar untuk para pengurus terpisah dengan kamar santri, hal ini untuk memudahkan pemantauan terhadap para santri dari jarak jauh. Semuanya tidak jauh dari tempat tinggal dari keluarga Kyai, hal ini dimaksudkan agar lebih mudah untuk mengadakan pengawasan terhadap santri itu sendiri.

Jumlah santri putra dan putri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung  dalam satu tahun selalu mengalami fluktuaktif. Setiap tahunnya Pondok Pesantren Panggung Tulungagung dihuni kurang lebih 250 orang santri putra dan putri. Pada tahun 2016-2017, santrinya sekitar 211 santri terdiri dari santri putra 121 orang dan santri putri 90 orang. Jumlah ini pengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni jumlah santri sekitar 195 yang terdiri dari 109 santri putra dan 86 santri putri.

Walau tak terlalu banyak jumlahnya tapi Pondok Pesntren Panggung Tulunggagung masih eksis sampai sekarang bila dibandingan dengan pondok-pondok lainnya yang ada diwilayah Kabupaten Tulungagung. Selain dilihat dari awal waktu berdirinya yang cukup lama, hal ini dikarenakan para santri yang ada di Pondok pesantren Panggung Tulungagung ini bersatatus gandan, yakni sebagai santri/siswa pada lembaga pendidikan formal dan non formal yang ada di Kabupaten Tulungagung. Kebanyakan santri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung hampir 95 % dari santri yang ada berstatus ganda, yakni sebagai santri/siswa di lembaga pendidikan formal seperti MTs, SMP, MA, SMK dan Mahasiswa yang ada di wilayah Kabupaten Tulungaagung, untuk non formalnya mereka belajar di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Ulum Pondok Pesantren Panggung Tulungagung dengan jenjang pendidikan Ula, Wusto dan Ulya.

Walaupun Pondok Pesantren Panggung Tulungagung jika diamati dari luar itu berbasis moderen akan tetapi Pondok Pesantren Panggung Tulungagung tetap melesatarikan ajaran salafusholih atau salaf, dimana sistem pengajarannya menggunakan sitem bandongan, sorogakan, pengajian kitab-kitab klasik dan tradisi-tradisi luhur pesantren lainnya. Selain pendidikan non formal santri juga dianjurkan untuk mengikuti pendidikan formal sehingga sistem pengajaran secara salaf tidak sekolot pesantren yang tidak memperbolehkan santrinya untuk sekolah formal.

Ketika santri menjalani status ganda tersebut maka hendaklah seorang santri/siswa bisa membagi waktu dengan sebaik mungkin dan semaksimal agar ilmu duni/agama dapat seimbang, sehingga capaian akhir dai itu semuada adalah keseimbangan yang berjalan beriringan dengan baik. Kebanyakan para santri yang sedang nyantri di Pondok Pesantren Panggung Tulungagung ini berasal dari berbagai kota/kabupaten ketika sudah selesai menimba ilmu di lembaga pendidikan formal, mereka secara otomatis akan boyong (keluar) dari pondok Pesantren Panggung Tulungagung dan selanjutnya akan melanjutkan keperguruan tinggi bagi santri setingkat SLTA, begitulah seterusnya dan dari sisi jumlah santri putra/putri setiap tahunnya mengalami fluktuatif.

KEGIATAN SANTRI

Sebagai santri tentunya menpunyai kegiatan tersendiri, seperti halnya melaksanakan kegiatan pondok, mengikuti pengajian kitab, masuk kelas madrasah diniyah, melaksanakan piket bersih-bersih atau yang disebut dengan istilah (ro’an), dan jika ada santri yang kurang patuh terhadap peraturan Pondok Pesantren Panggung Tulungagung akan di kenai  takzir (denda). Adapun takzirnya cukup berfariasi tergantung dari kesalahan santri. Misalnya jika ada santri yang melakukan kesalahan seperti halnya tidak mengikuti kegiatan pondok maka santri akan ditakzir dengan takziran membaca Al-Qur’an 3 juz dengan berdiri, seperti itulah sebagian contoh kecil dari takzir yang harus dijalani santri jika melangar peraturan yang ada.

Kegiatan santri telah diatur secara sistematis oleh pengurus Pondok Pesantren Panggung Tulungagung, muali dari bangun tidur sampai menjelang akan tidur lagi sudah dijadwal dengan baik, sehingga memungkinkan santri dapat mengoptimalkan kegiatan belajar semaksimal mungkin. Dalam pengajaran kitab dalam seminggu dilakukan 6 kali kecuali hari kamis yang di mulai setiap ba’da Magrib sekitar pukul 19:00 s/d 20:00  WIB yang dilaksanakan oleh Madarasah Diniyah Tarbiayatu Ulum (MTU) Pondok Pesantren Panggung Tulungagung dan untuk ba’da isak juga ada pengajian kitab namun hanya empat hari saja yakni hari senin, rabu, jum’at dan minggu, dimana kegitan tersebut di lakukan dengan sistem bandongan. Adapun kitab-kitab yang di ajarkan sangat berfariasi tergantung dari tingkatan kelas Ula, Wusto dan Ulya. Sedangkan untuk sistem pengajaran sorogan itu dilakukan pada pengajian Al-Qur’an yang dilaksanakan pada pagi hari setelah jamaah subuh.


Comments

Popular posts from this blog

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung K.H. Asrori Ibrohim adalah salah satu tokoh ulama Tulungagung sekaligus   pendiri   pondok pesantren Panggung Tulungagung, K . H. Asrori Ibrahim seorang ulama’ yang faqih, ‘abid, sederhana ‘alim ‘allamah yang sudah bergelut dengan getir dan pahitnya perjalanan kehidupan. K . H. Asrori Ibrahim terkenal dengan kesabarannya dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi pada kala waktu itu, K . H. Asrori Ibrahim orangnya suka bersilaturahmi kesantri-santrinya dan masyarakat sekitar. [1] Keagungan seorang kiai yang benar-benar dekat dengan Allah Swt, hingga akhir hayatnya pun akan terus terkenang sepanjang masa dan akan terus terasa hidup bagi mereka yang mencintai dan menyayangi kekasiah Allah Swt. Dalam kitab Baghyatul Mustarsyidin halaman 97, diterangkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : Barangsiapa mencatat biografi seorang mukmin maka sama halnya ia menghidupi kembali orang mukmin tadi, barangsiapa ...

KOK DILEMA SIH

 KOK DILEMA SIH      Lama tak jumpa dalam dunia tarian rasanya aneh. Dimana bus patas yang silih berganti selalu berdatangan dihalte. Tapi kenapa ia tak kunjung naik padahal bus itu sudah beberapa jam mangkal di halte untuk menunggu penumpangnya. Memang busnya tak seperti biasanya tapi bisa dinaiki, namun mereka tak mau menaiki dengan berbagai pertimbangan yang seabrek sampai-sampai busnya sudah pergi mungkin sudah berjarak 150 Km. Begitu juga dengan hal menulis.       Dimana mereka pandai menulis namun karena terkendala dengan berbagai aktifitas yang seabrek akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sejenak, zona nyaman pun telah menghampiri ia, namun ia resah ia merenung berjam-jam di bawah pohon sambil berguma pada dirinya sendiri "ada apa dengan diri ku ini?, kenapa aku sulit menuangkan ide pada secarik kertas yang putih mulus ini? Ada apa dengan otak ku kenapa tak bisa berfikir seperti waktu itu?.... Hari demi hari telah terlewati sampai pada akh...
  Selamat Hari Kartini Mari Bersama Kita Dorong Semangat Wanita Pesantren (Santri-Santri Putri) Dalam Menghadirkan Ghiroh Perjuangan Raden Adjeng Kartini   Raden Adjeng Kartini adalah s alah satu pahlawan paling fenomenal di Indonesia. Beliau juga dari kalangan  priyayi  atau kelas bangsawan Jawa. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Raden Adjeng Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Raden Adjeng Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat pada mulanya hanyalah seorang wedana di Mayong. Saat kolanial berkuasa, mereka telah merubah sistem sistem yang sudah ada. Hingga akhirnya mau tidak mau Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat harus mematuhi peraturan kolonial. Peraturan waktu itu mengharuskan seorang bupati ber...