Skip to main content

WAKTU BERLALU MENYISAKAN KENANGAN

WAKTU BERLALU MENYISAKAN KENANGAN

 

Langgar Panggung berdiri kokoh, persis di selatannya perempatan  TT kurang lebih 50 Meter areka tengah kabupaten Tulungagung. Kubahnya yang nyaris menyerupai bola raksana dan menaranya yang berwarna putih seperti dengan ramah menyambut penulis, yang baru saja menapakkan jejek kaki di bumi tulungagung. Kala itu jarum jam menunjukkan pukul 7 (tujuh) malam. Sejumlah orang, meski tidak terkesan ramai, masih lalu-lalang di pusat kabupaten itu.  Bagunan ruko-ruko etnis Cina yang berjajar rapi di depan Pondok Pesantren Panggung dahulu kusam, dan seiringnya perubahan zaman ruko-ruko itu mendapatkan banyak sapuan perubahan atau perbaikan. Sentra-sentra etnis Cina dengan bangunan kuno yang khas , dengan tembok yang tinggi, masih mudah kita dapatkan dimana-mana. Inilah, memang, (salah satu )kantong cina di pulau jawa.

Berada di utaranya Pondok Pesantren Panggung di pusat Kabupaten Tulungagung, kita akan mendapat kesan yang luar diasa, karena di sebelah utara pondok itu terdapat taman Alon-alon Kabupaten Tulungagung dimana disana banyak sekali kegiatan yang di lakukan masyarkat  Kabupaten Tulungagung mulai pagi sampai malam, misalnya pada saat di pagi hari banyak orang yang melakukan olah raga pagi, jika di waktu siang digunakan untuk taman bermain anak anak karena pemerintah Kabupaten Tulungagung menyediyakan wahana permainan tersebut dan tatkala malamnya  di gunakan masyarakat  untuk sekedar jalan-jalan malam sambil mmenikmati pemandangan taman alon-alon yang indah.

Kabupaten Tulungagung bukan hanya kantong cina, tetapi “Gudangnya Kiai” Kata Kiai Damiri, S.H. selaku alumni Pondok Pesantren Panggung Tulunggagung di era awal berdirinya ngendika (berbicara). Dahulu ulama’-ulama’ yang hidup di Kabupaten ini dikenal sebagai ulama’-ulama’ otoritatif di bidang ilmu keagamaan. Seorang ulama yang hidup sekitar tahun 1901, K.H. Mustaqim Bin Muhammad Husein Bin Abdul Djalil, terkenal akan julukan Mbah Mustaqim. Beliau terkenal akan keilmuannya di tasawuf, beliau juga banyak menelurkan ulama’ besar di Kabupaten Tulungagung dan daerah-daerah lain.

Ada sebagian orang alim disana, sehingga digambarkan pedagang warung pun ada yang ahli ilmu fikih dan ada pula yang pintar dalam ilmu alat. Kabupaten Tulungagung memang dikenal sebagai farian gudang ilmu karena banyak sekali macam-macam ilmu yang ada di kabupaten Tulungagung. Tak heran jika, Tulungagung menjadi pusat ilmu yang disegani, tempat para santri dari berbagai daerah menimba ilmu agama Islam. Kabupaten Tulungagung ini memang memiliki sejarah yang panjang dan cukup kukuh sebagai pusat kajian ilmu agama yang bercorak salafi, klasik. Ketika banyak pesantren yang bermunculan di wilayah Kabupaten Tulungagung yang mulai mengadopsi system pendidikan modern – tepatnya model pendidikan klasik bahkan di beberapa pesantren sudah menyediyakan sekolah umum – Pondok Pesantren Panggung Tulungagung  masih bersikukuh mempertahankan system tradisionalnya : mengaji dengan cara sorogan atau semacamnya, dan tidak tidak membolehkan para santri bersekolah diluar.

Tetapi itu dahulu. Sekarang Pondok Pesantren Panggung Tulungagung menyediyakan pendidikan non formal dan formal  tanpa menghilangkan corak dari pendidikan salafi, klasik dengan mengkombinasi pendidikan moderen (menyesuaikan perkembangan zaman). Tentu saja, pengajian dengan metode tradisional semacam sorogan masih ada, tetapi frekuensinya tidak sebanyak pada masa era awalnya pendirian pondok.


Comments

Popular posts from this blog

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung K.H. Asrori Ibrohim adalah salah satu tokoh ulama Tulungagung sekaligus   pendiri   pondok pesantren Panggung Tulungagung, K . H. Asrori Ibrahim seorang ulama’ yang faqih, ‘abid, sederhana ‘alim ‘allamah yang sudah bergelut dengan getir dan pahitnya perjalanan kehidupan. K . H. Asrori Ibrahim terkenal dengan kesabarannya dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi pada kala waktu itu, K . H. Asrori Ibrahim orangnya suka bersilaturahmi kesantri-santrinya dan masyarakat sekitar. [1] Keagungan seorang kiai yang benar-benar dekat dengan Allah Swt, hingga akhir hayatnya pun akan terus terkenang sepanjang masa dan akan terus terasa hidup bagi mereka yang mencintai dan menyayangi kekasiah Allah Swt. Dalam kitab Baghyatul Mustarsyidin halaman 97, diterangkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : Barangsiapa mencatat biografi seorang mukmin maka sama halnya ia menghidupi kembali orang mukmin tadi, barangsiapa ...

KOK DILEMA SIH

 KOK DILEMA SIH      Lama tak jumpa dalam dunia tarian rasanya aneh. Dimana bus patas yang silih berganti selalu berdatangan dihalte. Tapi kenapa ia tak kunjung naik padahal bus itu sudah beberapa jam mangkal di halte untuk menunggu penumpangnya. Memang busnya tak seperti biasanya tapi bisa dinaiki, namun mereka tak mau menaiki dengan berbagai pertimbangan yang seabrek sampai-sampai busnya sudah pergi mungkin sudah berjarak 150 Km. Begitu juga dengan hal menulis.       Dimana mereka pandai menulis namun karena terkendala dengan berbagai aktifitas yang seabrek akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sejenak, zona nyaman pun telah menghampiri ia, namun ia resah ia merenung berjam-jam di bawah pohon sambil berguma pada dirinya sendiri "ada apa dengan diri ku ini?, kenapa aku sulit menuangkan ide pada secarik kertas yang putih mulus ini? Ada apa dengan otak ku kenapa tak bisa berfikir seperti waktu itu?.... Hari demi hari telah terlewati sampai pada akh...
  Selamat Hari Kartini Mari Bersama Kita Dorong Semangat Wanita Pesantren (Santri-Santri Putri) Dalam Menghadirkan Ghiroh Perjuangan Raden Adjeng Kartini   Raden Adjeng Kartini adalah s alah satu pahlawan paling fenomenal di Indonesia. Beliau juga dari kalangan  priyayi  atau kelas bangsawan Jawa. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Raden Adjeng Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Raden Adjeng Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat pada mulanya hanyalah seorang wedana di Mayong. Saat kolanial berkuasa, mereka telah merubah sistem sistem yang sudah ada. Hingga akhirnya mau tidak mau Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat harus mematuhi peraturan kolonial. Peraturan waktu itu mengharuskan seorang bupati ber...