MENGADU PUSARAN BUMI KEKEAN
Seperti biasa, sejak selesai sholat Subuh dan dilanjutkan kegiatan sorogan Al-Qur’an, Sai meningalkan Pondok Pesantren Panggung Putra Tulungagung, olahraga pagi hari pada hari minggu. Sai, pada hari Minggu untuk menghirup oksigen baru yang segar. Inilah olahraga yang paling murah yang Sai lakukan. Ya, murah, tapi berguna, terutama bagi orang yang hidup bersahaja, dan seorang seperti Sai. Saat menikmati keindahan pagi hari, dari kejauhan terlihat beberapa anak yang lari pagi mengelilingi alun-alun Tulungagung pada pagi hari, Sai mengamati apa yang dilakukan anak-anak tersebut.
Ternyata mereka mengadakan lomba lari, salah satu dari anak itu berucap: “barang siapa yang kuat mengelilingi alun-alun ini dengan berlari tanpa henti selama 30 menit akan aku belikan satu bungkus nasi pece”l. Saat pengamatan tersebut berlangsung, Sai tiba-tiba melamun dan teringat saat masa kecilnya, entah kenapa Sai mengingat masa lalu ketika melihat mereka, masa muda memang adalah masa paling menyenangkan, saat dewasa manusia hanya di sibukkan oleh pekerjaan sehingga tak memiliki banyak waktu untuk bermain seperti dahulu.
Dahulu, saat Sai pulang dari sekolah, memiliki rutinitas sehari-hari seperti belajar sebentar saat pulang dari sekolah. Di rumah yang berbentuk persegi panjang yang cukup besar dan berhalaman kurang begitu luas itulah Sai tinggal. Rumah tersebut berada di Dusun Tirto RT 006 RW 002 Kelurahan Pager Rejo, Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur, di wilayah itulah Sai berkumpul dan bermain. Dahulu, setiap hari Sai memili hasrat yang kuat untuk bermain bersama teman-temannya.
Selesainya rutinitas wajib yang Sai lakukan dirumah, maka ia memiliki kebebasan bermain bersama teman-temanya. Diantara teman-temanya bernama; Esa, Haris, Agus dan masih banyak lagi. Saat Sai ingin bermain, maka Sai harus mendatangi rumah Esa, Haris, Agus satu persatu, contoh memangilanya: “Esaaaaaaa ayo main” sampai tiga kali memangil. Jika Sai mendapatkan jawaban dari Esa, maka Sai dan Esa akan mengajak teman lainnya untuk bermain. Mereka bermain di halaman rumah Mbah Kasir, karena dihalaman rumah Mbah Kasir sangat luas dan sering digunakan arena permainan anak-anak lainnya. Mbah Kasir adalah seorang janda yang sudah tua nan sabar.
Dalam perjalanannya menuju arena bermain, banyak sekali hal asyik yang tak mungkin di ungkapkan dengan kata-kata. Jadi, lengkaplah bagi Sai, telah memiliki teman-teman seperti Esa, Haris, Agus dan lainya. Haris berkata “semoga kita bisa menjadi saudara sampai anak cucu kita kelak”. “Ah, kamu ini ngomong apa sih Ris” ucap Sai. Haris pun tersenyum sambil nyegir. Esa pun angkat bicara, “Ayo kita percepat langkah kita tuk menuju arena bermain Kekean (gasing) aku ingin segera bermain dan ingin mencoba kehebatan kekean kaliah, ha ha ha ha haaaaa”. “Ah, kau ini sangat sombong sekali Es, lihat saja nanti jika kita sudah sampai sana, mari kita buktikan dengan permaian sportif” ucap Haris. “Oke, benar,” sahut Sai. “Tapi, kuminta kalian mau bersabar, ya!!! Sebab, bagi Sai, menikmati permainan Kekean sampai lupa waktu itu sangat sulit” kata Sai sangat tegas. “Hem, jangan berbicara seperti itu, Sai!” ujar Haris sambil mencibirkan bibir tipisnya yang sering disebut Esaa sangat Eksotis.
Sesampainya dilokasi, kami hompimpah terlebih dahulu sebelum memutar kekean masing-masing guna menentukan siapa saja yang memutar kekean terlebih dahulu. Saat Haris mendapatkan giliran pertama maka Haris harus mempersiapkan kekean (gasing) tuk di pertandingkan. Adapun cara memainkan, kekean (gasing) dipegang atau digenggam dengan satu tangan kemudian tangan yang satunya melilitkan tali di atas kepala kekean (gasing) yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat sedikit ada tonjolan. Ujung tali dilekatkan pada tonjolan kekean (kepala) kemudian ditekan dengan ibu jari yang menggenggam kekean (gasing).
Selanjutnya tali dililitkan kuat-kuat dan rapat sampai kira-kira seperempat atau setengah badan kekean (gasing). Setelah itu, ujung tali yang tersisa dibalutkan ke dalam tangan yang hendak melontarkan kekean (gasing). Dengan demikian kekean (gasing) telah berpindah ke tangan yang melilitkan tali sambil menggenggam kekean (gasing) kuat-kuat.
Sewaktu akan melontarkan gasing, tangan yang menggenggam gasing di angkat ke atas melewati pundak sejajar dengan kepala pemain kemudian dilontarkan ke depan, dan pada saat gasing hendak menyentuh tanah, tali disentakkan, sehingga kekean (gasing) milik Haris pun berputar mengitari ibu pertiwi. Setalah Haris selesai memainkan permaian tersebut, maka Esa, Agus, dan Sai menyusul untuk memainkan kekean (gasing) dan dilanjutkan oleh pemain lainya.
Efek dari hentakan kekean kami seketika menimbulkan kegaduhan di sekitarnya. Teriakan anak-anak yang mengelilingi arena permaian di depan rumah Mbah Kasir membuat udara semakin panas. Entahlah, padahal matahari sudah hampir setengah jalan menuju peraduan. Tapi putaran hebat yang menjadi primadona itu membuat debu-debu di tanah kering itu tak bisa tertahan lagi. Penonton pun memiliki perasaan harap-harap cemas melihat jagoannya bertanding. Keringat yang bercucuran tak dihiraukan. Dengan tatapan tajam, penonton itu seperti memaksa benda yang menjadi tumpuan matanya itu untuk terus berputar.
Mereka terus saja melihat kekean miliknya Esa yang masih berputar. sesekali anak-anak berteriak dengan histeris jika ada kekean milik Esa di dekati kekean pemain lainnya. Ada salah satu anak berucap “Bangsat, jangan dekat-dekat dengan kekean milik Esa,” Hiruk pikuk penonton membuat darah anak-anak itu semakin panas, apalagi ketika putaran kekean milik pemain lain mulai tampak tak bergairah lagi. Selesai jagoan anak-anak itu kalah, Wajah frustasi terlihat jelas ketika anak-anak itu menunjukkan ekspresi wajah geramnya.
Dahulu sebelum pasar bebas menjamur di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, banyak penjual maian yang menyediakan berbagai jenis mainan seperti; maian plastik, game online dan seterusnya. Anak-anak di desa Sai lebih kreatif dalam membuat alat permainannya sendiri. Mereka bahkan mampu membuat mobil-mobilan dari papan bekas bangunan rumah, senjata kayu yang menggunakan jari-jari sepeda dan mesin korek api sebagai peledaknya, termasuk alat permainan Kekean (Gasing) yang mereka rancang sendiri.
Kreativitas anak-anak Desa Karanggandu penuh dengan keterampilan hand craft, setidaknya mereka telah bisa menggunakan peralatan milik tukang kayu dengan baik. Memang pada saat proses pembuatan sering terjadi kecelakaan, seperti jari tangan terluka kena benda tajam, atau terkena ketokan palu, tetapi semua itu telah menjadi bagian dari keasyikan bermain dalam mengekspresikan diri.
Kekean (gasing) adalah mainan yang bisa berputar pada poros. Kekean (gasing) di masyarakat merupakan permainan tertua yang mudah dan murah. Mudah dibikin dan murah karena bisa dibuat sendiri dari bahan kayu yang ada di sekitar kita. Kekean (gasing) terbuat dari jenis kayu yang berkualitas baik. Kayu tersebut dibentuk agak bulat dengan garis tengah yang bervariasi. Kemudian bagian bawah agak lancip serta bagian atas dari gasing dibentuk dan diberi sedikit tonjolan untuk melilitkan tali.
Tampilan kekean (gasing) juga tergantung daerah asalnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran dan bagian gasing berbeda-beda menurut daerah masing-masing.
Talinya (pecut) terbuat dari kulit kayu yang dipintal seperti kulit kayu waru, bagian dalam kulit pohon melinjo yang tidak mudah putus dengan panjang kurang lebih 2,5 meter. Sedangkan tali kekean (gasing) modern dibuat dari rafia yang plintir antara tali satu dengan yang lainya dan kemudian dijadikan satu. Panjang tali kekean (gasing) berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Permainan tradisional dan rakyat ini hampir tergerus oleh waktu. Karena di era revolusi industri 4.0 seperti ini banyak orang tua anak jarang mengaitkan manfaat dari permainan tradisional dengan aktivitas belajar anak di usia dini. Sehingga mengabaikan begitu banyak manfaat permaian tradisional. Bagi sebagain besar orang tua, belajar berarti berkaitan dengan keahlian khusus. Seperti menghafal huruf, berhitung, menulis, dan lain-lain. Sedangkan bermain hanyalah untuk bersenang-senang belaka. Padahal menurut hasil banyak studi, bermain berarti pula sebagai kegiatan belajar. Bermain sangat penting bagi tumbuh kembang anak.
Bapak dan Ibu, masih ingatkah kalian dengan macam-macam permainan tradisional seperti kekean (gasing), congklak, atau bola bekel yang sering Bapak dan Ibu mainkan dulu? Sederhana namun menyenangkan, ya? Tapi, permainan sesederhana itu ternyata memiliki manfaat untuk merangsang tumbuh dan kembang anak di usia dini.
Misalnya permainan tradisional kekean (gasing), permainan kekean (gasing) ini terbuat dari kayu dengan tali sebagai pengikat dan pelempar. Sebagai aktivitas yang diikuti oleh dua atau lebih pemain, biasanya kekean (gasing) dimainkan di luar ruangan dengan permukaan tanah yang rata. Ada pun manfaat dari permainan kekean (gasing) ini bisa melatih gerak motorik halus anak, melatih kesabaran anak, sekaligus mengenalkan hukum keseimbangan pada dirinya. Ia juga mengasah kemampuannya dalam bermain secara sportif dengan teman-temannya. Menarik kan, Bapak dan Ibu? Jadi, ajarkanlah anak-anak kalian tuk mau mengenal dan bermaian permaian tradisional seperti apa yang Bapak dan Ibu lakukan disaat usia Bapak dan Ibu masih kecil dahulu.
Mantab
ReplyDeleteLuar biasa sekali... tetap lestarikan kearifN lokal
ReplyDeleteBenar permainan tradisional sarat nilai positif. Mulai afektif, psikomotorik, hingga kognitif. Semua terbangun. Jadi rindu masa kecil yang indah.
ReplyDelete