Skip to main content

UTUSAN MENDIDIK

UTUSAN MENDIDIK

     Kukuruyuuuuuk.....suara si jago di dini hari mulai mengusik ketenangan paijo dan paijah yang sedang tidur. Tak lama kemudian, paijo dan paijah bergegas bangkit dari tidurnya dan membangunkan anak-anaknya. Mereka dikaruniai 8 anak, diantaranya 5 laki-laki  dan 3 perempuan. 6 dari 8 anak tersebut sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah paijo. Sedangkan 2 anaknya yang belum menikah bernama Aqila dan Hadi. Ketika mereka semua masih kecil, kedua orang tuanya mendidik mereka semua dengan baik, mereka semua patuh terhadap orang tuanya. Bahkan mereka sering membantu orang tuanya ketika disuruh ke rumah saudaranya, disaat keluarganya sedang ada hajatan di bulan maulid atau bulan-bulan perayaan hari Islam. 

      Orang tua menyuruh anak-anaknya untuk pergi mengantarkan sedekah kerumah saudaranya yang terkedat dengan tujuan menjalin silaturahmi antar keluarga dan bahkan tetangga dan semuanya itu semata-mata bukan untuk perpeloncoan orang tua ke anak namun orang tua telah mengajarkan anaknya untuk berbagi kepada saudara-saudaranya seperti paman, bibi, nenek, kakek dst. Jika anak di suruh orang tua dan anak mau itu sudah merupakan pendidikan yang tidak secara langsung telah ditanamkan atau di ajarkan oleh orang tua anak

      Saat Hadi menginjak umur 20 tahun, mulai terlihat perubahan di dalam sifat Hadi. Hadi yang dulunya mempunyai sifat penurut terhadap urusan orang tuanya berubah menjadi sebaliknya. Perubahan itu terlihat ketika dulu disuruh orang tuanya mengantarkan makanan kepada saudaranya, Hadi langsung bergegas tanpa ada rasa berat hati. Sehingga tali persaudaraan mereka begitu erat. Perubahan yang terjadi ini dikarenakan Hadi terbawa oleh arus kehidupan milenial dengan IPTEK yang semakin maju. 

    Gadget yang didalamnya dapat diisi berbagai aplikasi permainan, membuat Hadi menjadi budak gadget. Bagaimana tidak, yang dulunya Hadi disuruh orang tuanya mengantarkan bingkisan ke rumah saudaranya tanpa berat hati, sekarang harus berdebat dulu. Sekarang, ketika Hadi disuruh orang tuanya, Hadi lebih mementingkan gadgetnya. Hadi bermain gadget sampai lupa segalanya. Akhirnya orang tua Hadi memanggil Aqila untuk mengantarkan bingkisan tersebut ke rumah saudaranya.

   Inilah contoh peran pendidikan orang tua terhadap anaknya yang tidak secara sengaja orang tua telah menanamkan sebuah model pendidikan melalui silaturahmi. Apa yang di dapat dari itu semua?.... pertama menyambung silaturahmi, kedua mengenalkan anak kepada saudara-saudaranya seperti paman, bibi, nenek kakek dst. Ikatan kedekatan atar keluarga terjalin sangat raket, kasih mengasihi terjalin secara imbal balik. 

     Namun seirin dengan kemajuan teknologi, pendidikan model dahulu mulai pudar. Karena  perubahan zaman yang terus maju sampai pada akhirnya pendidikan model klasik telah hilang. Dan sekerang anak-anak zaman sekarang kurang menghargai terhadap yang lebih tua dan terkadang mereka jarang bertegur sapa kepada siapapun bahkan saudara-saudaranya seperti paman, bibi, nenek, kakek dst. Jalinan akan ikatan silaturahmi telah hilang sudah. Karena tidak ada tegur sapa diantara mereka. 

      Meraka terkadang berfikir buat apa menjalin hubungan dengan mereka toh pada hasilnya mereka tak menghargai. Sifat individualisme di era milenial ini telah menjamur diberbagai belahan  pulau jawa. Lihatlah sekarang banyak anak yang ketika di suruh orang tuanya membelikan sesuatu barang ketoko untuk membeli barang. Mereka menolak dan mereka malah serius dengan permainan yang ada henpon gaming yang ada di hanponnya. Sampai akhirnya orang tua sendiri yang harus mengayuhlan kedua kakinya. Inilah perbedaan pendidikan klasik dengan pendidikan moderen. Coba fikirkan baik mana dari model pendidikan yang telah kita tsrapkan sekarang.

Tulungagun, 06 November 2020 

Comments

Popular posts from this blog

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung

K.H. Asrori Ibrohim Pendiri Pondok Pesantren Panggung Tulungagung K.H. Asrori Ibrohim adalah salah satu tokoh ulama Tulungagung sekaligus   pendiri   pondok pesantren Panggung Tulungagung, K . H. Asrori Ibrahim seorang ulama’ yang faqih, ‘abid, sederhana ‘alim ‘allamah yang sudah bergelut dengan getir dan pahitnya perjalanan kehidupan. K . H. Asrori Ibrahim terkenal dengan kesabarannya dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi pada kala waktu itu, K . H. Asrori Ibrahim orangnya suka bersilaturahmi kesantri-santrinya dan masyarakat sekitar. [1] Keagungan seorang kiai yang benar-benar dekat dengan Allah Swt, hingga akhir hayatnya pun akan terus terkenang sepanjang masa dan akan terus terasa hidup bagi mereka yang mencintai dan menyayangi kekasiah Allah Swt. Dalam kitab Baghyatul Mustarsyidin halaman 97, diterangkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : Barangsiapa mencatat biografi seorang mukmin maka sama halnya ia menghidupi kembali orang mukmin tadi, barangsiapa ...

TELADAN PEMIKAT

TELADAN PEMIKAT        Kia H. Asrori Ibrohim dalam mengelola Madrasah Diniyah Tarbiyatul Ulum (MTU) sangat lihai dalam segala bidang. Waktu beliau menjabat sebagai kepala Madrasah Diniyah Tarbiyatul ulum banyak sekali hal yang beliau lakukan dalam mengembangkan dan memberikan suritauladan kepada ustad-ustad dan santri santrinya. Ketika waktu kegiatan asrama pondok usai dan berlanjut dengan ke kegiatan Madrasah beliau selalu berkeliling kelas dengan tujuan untuk mengontrol kegiatan belajar mengajar di MTU. Jika saat beliau mengontror kelas perkelas itu ada salah satu kelas yang ustadnya belum datang atau tidak hadir maka belia memasuki kelas tersebut serta mengajar santri-santri yang ada dikelas. Tatkala tidak ada kelas yang kosong maka beliau pergi menuju kantor MTU. Sesamapainya dikantor beliau juga tidak mengerjakan apa-apa sampai kegiatan belajar mengajar usai. Seusainya kegiatan belajar mengajar MTU belia tidak langsung pulang tetapi beliau malah berbincang-b...

KOK DILEMA SIH

 KOK DILEMA SIH      Lama tak jumpa dalam dunia tarian rasanya aneh. Dimana bus patas yang silih berganti selalu berdatangan dihalte. Tapi kenapa ia tak kunjung naik padahal bus itu sudah beberapa jam mangkal di halte untuk menunggu penumpangnya. Memang busnya tak seperti biasanya tapi bisa dinaiki, namun mereka tak mau menaiki dengan berbagai pertimbangan yang seabrek sampai-sampai busnya sudah pergi mungkin sudah berjarak 150 Km. Begitu juga dengan hal menulis.       Dimana mereka pandai menulis namun karena terkendala dengan berbagai aktifitas yang seabrek akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sejenak, zona nyaman pun telah menghampiri ia, namun ia resah ia merenung berjam-jam di bawah pohon sambil berguma pada dirinya sendiri "ada apa dengan diri ku ini?, kenapa aku sulit menuangkan ide pada secarik kertas yang putih mulus ini? Ada apa dengan otak ku kenapa tak bisa berfikir seperti waktu itu?.... Hari demi hari telah terlewati sampai pada akh...